
Pada Senin 20 Juli 2020 lalu, ahli astrofisika mempublikasikan sebuah peta tiga dimensi alam semesta terbesar yang pernah dibuat. Ini merupakan hasil analisis lebih dari 4 juta galaksi dan quasar.
Usaha ratusan ilmuwan yang berasal lebih dari 30 institusi di seluruh dunia ini menghasilkan sebuah “cerita lengkap berkembangnya Alam Semesta”, kata Will Percival dari Universitas Waterloo di Ontario, Kanada.
Dalam proyek yang dimulai lebih dari dua dekade lalu ini, para ilmuwan membuat “pengukuran paling akurat dari sejarah ekspansi Alam Semesta selama rentang waktu kosmik terluas yang pernah ada”, dia menambahkan.
Peta ini berdasar pada hasil observasi terbaru Sloan Digital Sky Survey (SDSS), berjudul “Survei Spektroskopi dari Osilasi Baryon yang Diperlebar” atau “extended Baryon Oscillation Spectroscopic Survey” (eBOSS), dengan data yang dikumpulkan dari sebuah teleskop optik di New Mexico, USA, selama 6 tahun.
Alam semesta muda dalam rentang kejadian Big Bang secara relatif dikenal orang lewat model teoritis yang rumit dan hasil observasil radiasi latar belakang atau cosmic microwave background (CMB), radiasi elektromagnetik yang dipicu oleh alam semesta yang baru lahir.
Penelitian tentang galaksi dan pengukuran jarak juga berkontribusi untuk pemahaman ekspansi Alam Semesta selama milyaran tahun yang lebih baik.
Kyle Dawson dari Universitas Utah, yang mempublikasikan peta tersebut berkata bahwa para peneliti telah menyelesaikan masalah “kesenjangan di antara 11 milyar tahun”.
“Selama 5 tahun observasi berkelanjutan, kami telah bekerja untuk mengisi kesenjangan tersebut dan kami menggunakan informasi tersebut untuk menghasilkan salah satu kemajuan paling substansial untuk kosmologi dalam dekade terakhir ini”, klaimnya.
Ahli astrofisika Jean-Paul Kneib dari Swiss Federal Institute of Technology (EPFL) di Lausanne, orang yang memulai proyek eBOSS pada 2012 lalu mengatakan bahwa tujuan penelitian ini adalah untuk menghasilkan peta 3D paling lengkap dari Alam Semesta dalam rentang eksistensinya.
“Untuk pertama kalinya, peneliti menciptakan gambar dari benda-benda langit yang mengindikasikan distribusi materi di Alam Semesta kejauhan, galaksi yang secara aktif membentuk bintang dan quasar baru”, dia menambahkan.
Peta tersebut menunjukkan filamen materi dan kekosongan yang secara jelas menggambarkan struktur Alam Semesta sejak permulaannya, ketika ia baru berumur 380.000 tahun saja.
Untuk beberapa bagian dari peta yang berhubungan dengan Alam Semesta saat berumur 6 milyar tahun, peneliti mengobservasi galaksi paling tua dan paling merah.
Untuk waktu yang lebih jauh, mereka fokus pada galaksi paling muda yang berwarna biru. Kembali ke masa yang lebih jauh, mereka menggunakan quasar, galaksi yang mempunyai inti paling berkilauan.
Peta ini menunjukkan bahwa ekspansi Alam Semesta bermula dari percepatan pada titik tertentu dan berlanjut sampai sekarang.
Para peneliti berkata bahwa ini kelihatannya dipicu oleh adanya energi gelap atau dark energy, elemen yang tak bisa dilihat yang cocok dalam teori relativitas umum Albert Einstein yang asalnya belum diketahui hingga kini.
Ahli astrofisika mengetahui sejak lama bahwa Alam Semesta mengembang tapi belum bisa mengukur tingkat ekspansinya dengan presisi.
Perbandingan observasi eBOOS dengan hasil studi alam semesta awal sebelumnya menunjukkan perbedaan estimasi tingkat ekspansi.
Tingkat ekspansi yang saat ini diterima luas, dikenal dengan Konstanta Hubble, lebih lambat 10% daripada nilai yang dihitung dari jarak antara galaksi terdekat dengan kita.
Bagi yang ingin lebih jelas melihat model peta 3D tersebut bisa membuka tautan berikut SDSS 3D MAP
Sumber : https://www.sciencealert.com/astrophysicists-unveil-biggest-ever-3d-map-of-universe
Pingback: Hasil Pengukuran Jumlah Materi Di Alam Semesta - FISTEK.net