
Sebuah studi teoritis menunjukkan bahwa sebuah fenomena mekanika kuantum yang dikenal sebagai superposisi bisa berdampak pada ketepatan waktu di jam dengan tingkat ketelitian tinggi. Studi ini diprakarsai oleh ilmuwan dari Dartmouth College, Saint Anselm College dan Universitas Santa Clara.
Para peneliti mendeskripisikan efek yang menunjukkan bahwa superposisi — kemampuan sebuah atom untuk ada dalam lebih dari satu keadaan kuantum dalam satu waktu — bisa mengoreksi jam atom. Efek ini kemudian dikenal dengan ‘dilatasi waktu kuantum’.
Penelitian yang dipublikasikan di jurnal Nature Communications ini menggabungkan efek kuantum pada teori relativitas Albert Einstein dalam membuat sebuah prediksi baru tentang sifat alami waktu.
“Kapanpun kita mengembangkan jam yang lebih baik, kita belajar hal baru tentang dunia ini,” kata Alexander Smith, asisten profesor fisika di Saint Anselm College yang memimpin penelitian ini. “Dilatasi waktu kuantum merupakan konsekuensi mekanika kuantum dan relativitas Einstein, sehingga memberikan kemungkinan baru untuk menguji fisika fundamental pada titik temu kedua teori ini.”
Pada awal 1900-an, Albert Einstein mengajukan sebuah gambaran revolusioner tentang ruang dan waktu dengan menunjukkan bahwa waktu yang dialami oleh jam bergantung pada seberapa cepat jam tersebut bergerak — ketika kecepatan jam tersebut meningkat, tingkat detak waktunya melambat. Ini merupakan pandangan radikal saat itu karena sebagian besar ilmuwan menganggap waktu absolut seperti Sir Isaac Newton ajukan beberapa abad lalu.
Mekanika kuantum, teori tentang gerak yang mengendalikan objek pada skala atom, memungkinkan sebuah jam bergerak simultan pada dua kecepatan yang berbeda: sebuah ‘superposisi’ kecepatan kuantum. Para peneliti memperhatikan kemungkinan ini dan kemudian memberikan kemungkinan teori ketepatan waktu, yang mengarah pada prediksi dilatasi waktu kuantum.
Untuk mengembangkan teori baru ini, peneliti mengkombinasikan teknik modern dari ilmu informasi kuantum (Quantum Information Science, QIS) dengan teori yang dikembangkan pada 1980-an yang menjelaskan bagaimana waktu kemungkinan muncul dari teori kuantum gravitasi.
“Fisikawan telah berusaha mengakomodasi sifat dinamis waktu ke dalam teori kuantum selama beberapa dekade,” kata Mehdi Ahmadi, pengajar di Universitas Santa Clara yang juga berpartisipasi dalam penelitian ini. “Dalam penelitian kami, kami memprediksi koreksi dilatasi waktu relatifistik yang berasal dari fakta bahwa jam yang digunakan untuk mengukur efek ini adalah proses mekanika kuantum di alam.”
Sama dengan cara penanggalan karbon yang berdasar pada peluruhan atom untuk menentukan umur objek organik, masa hidup sebuah atom juga berperilaku seperti jam. Jika sebuah atom bergerak dalam superposisi dengan kecepatan yang berbeda, masa hidupnya kemudian akan meningkat atau menurun tergantung sifat superposisi tersebut relatif terhadap atom yang bergerak pada kecepatan yang tetap.
Koreksi masa hidup atom sangat kecil sehingga sangat tidak mungkin diukur pada skala manusia. Tapi kemampuan menyadari efek ini memungkinkan pengujian dilatasi waktu kuantum menggunakan jam atom paling canggih dilakukan.
Walaupun, sama seperti penggunaan mekanika kuantum dalam pencitraan medis, komputasi, dan mikroskopi, yang sangat sulit diprediksi ketika teori ini baru dikembangkan di awal 1900-an, sangat sulit juga memperkirakan penggunaan praktis implikasi dilatasi waktu kuantum saat ini.
Sumber : Dartmouth College